![]() |
Karl Marx and Priedrich Engels |
Kebanyakan kalangan Neo-Marxisme adalah cendikiawan yang berasal dari kalangan “borjuis” dan seperti cendikiawan dimana-mana, enggan menggabungkan diri dalam organisasi besar seperti partai politik atau terjun aktif dalam kegiatan politik praktis. Hanya ada satu atau dua kelompok militan, antara lain golongan Kiri Baru (New Left).
Para Neo-Marxis ini, di satu pihak menolak komunisme dari Uni Soviet karena sifatnya yang refresif, tapi di pihak lain mereka juga tidak setuju dengan banyak aspek dari masyarakat kapitalis dimana mereka berada. Begitu juga mereka kecewa dengan kalangan Sosial-Demokrat. Meskipun kalangan Sosial-Demokrat berhasil melaksanakan konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State) di beberapa Negara di Eropa Barat dan Utara dan meningkatkan keadilan sosial untuk warganya, tetapi mereka di anggap gagal menghapuskan kesenjangan sosial lainnya. Lagipula mereka juga dilihat gagal mempertahankan nilai-nilai demokrasi. Karena pentingnya peran kalangan Neo-Marxis ini, ada baiknya kita menelusuri asal usul mereka.
Pada awal dasawarsa 1960-an, di Eropa Barat telah timbul perhatian baru terhadap tulisan Marx. Mengapa justru pada waktu itu? Sebelumnya, suasana di dunia Barat tidak menguntungkan bagi usaha mengkaji tulisan-tulisan Marx. Selama 30 tahun berkuasa Stallin (1924-1953), tafsiran Lennin mengenai tulisan Marx oleh Stallin di bakukan dan dinamakan Marxisme-Leninisme atau Komunisme. Doktrin ini menjadi Dominan, karena berhasil mendirikan suatu tatanan sosial dan ekonomi baru di Uni Soviet.
Dominasi ini dilakukan dengan fakta oleh orang barat yang menamakan dirinya Marxis, sedangkan para Neo-Marxisme pada umumnya tidak mempermasalahkan apakah tafsiran Lenin dan Stallin merupakan satu-satunya tafsiran yang layak, ataukah mungkin ada interpretasi. Akan tetapi oleh mayoritas orang Brat komunisme di tolak, apalagi setelah stallin melancarkan teror terhadap lawan-lawannya di Uni Soviet pada akhir 1930-an.
Di Amerika serikat tidak lama setelah seusai Perang Dunia II, timbul perasaan anti-Komunis dan anti-Soviet yang kuat, yang kemudian terjelma menjadi apa yang dinamakan Perang Dingin. Di Amerika dengan diterimanya Internal Securty Act atau lebih terkenal dengan sebutan McCarren Act (1950) dan aksi-aksi yang dilontarkan oleh senator Joseph Mc Carthy, setiap pemikiran yang berbeda dengan apa yang berlaku umum di curigai dan dianggap Subversif (Mc Carthyism). Banyak pemuka dan cendikiawan di pecat dari kedudukannya, dikucilkan dari masyarakat, atau dipenjarakan.
Tetapi pada tahun 1960-an Eropa barat dan Amerika mulai dilanda berbagai Konflik Sosial, Ekonomi dan Rasial sehingga membangkitkan keresahan yang luas. Sebagai reaksi, banyak cendikiawan mencari jalan keluar. Di satu pihak mereka menolak Kapitalisme dengan kesenjangan-kesenjangan sosial dan ekonomi-ekonominya, tapi di pihak lain mereka juga menolak Komunisme dengan refresi dan konformitasnya. Dalam keadaan frustasi ini, mereka berpaling ketulisan-tulisan Marx, terutama karangan yang ditulis di masa mudanya, Fruhschriften, yang baru ditemukan dan di terbitkan kira-kira tahun 1932.
Bagkitnya kembali prehatian pada tulisan-tulisan Marx ini berbarengan dengan beberapa kejadian di berbagai belahan dunia. Pertama, perubahan yang mendasar didunia komunis internasional sesudah Stalin meninggal pada tahun 1953. Dalam Kongres Partai Komunis Uni Soviet ke-20 tahun 1956, untuk pertama kali di lontarkan kritik terhadap Stalin oleh Nikita Khruschev (1894-1971). Kejadian ini berlanjut dengan dilancarkannya proses destalinisasi di Uni Soviet serta Negara-negara di Eropa Timur lainnya, yang berakibat timbulnya pergolakan diseluruh kubu Komunis.
Kedua, munculnya China (Republik Rakyat China) sebagai penantang terhadap Dominasi Uni Soviet dalam dunia Komunis. Mao Zedong(1893-1975) menolak mentah-mentah gerakan destilinisasi yang sedang giat di laksanakan golongan Khruschev. Keretakan ini, yang terjadi pada awal tahun 1960-an, mendorong Mao Zedong untuk lebih mengembangkan ciri-ciri khas China dalam ideologi Komunisme dan menjauhkan diri dari apa yang olehnya Noe-Revisioninsma Khrushchev.
Ketiga, terjadi
proses dekolonisasi dibelahan-belahan dunia yang selama ini di jajah.
Negara-negara merdeka yang muncul selanjutnya di kenal dengan sebutan dunia ketiga.
Keempat, muncul
gerakan sosial seperti gerakan perempuan , gerakan lingkungan, gerakan
mahasiswa, dan gerakan anti-rasialisme.
Di
Eropa Barat pergolakan ini paliang jelas manifestasinya di Prancis. Pada bulan
Mei dan Juni 1968 ribuan mahasiswa dan hampir 10 juta pekerja (baik buruh
maupun pegawai) mengadakan pemogokan umum yang di anggap paling besar dalam
sejarah Prancis. Para pekerja, yang dalam masa Perang Dunia II tidak berkutik
karena terdesak oleh golongan fasis yang sedang mengalami masa jayanya, dan
karena polarisasi dalam Perang Dingin seusai Perang Dunia II, untuk pertama
kali muncul di panggung politik. Pemogokan ini akhirnya berhasil ditumpas oleh
Pemerintah Prancics dibawah Presiden De
Gaulle (1890-1970) dan kejadian ini mengisyaratkan kegagalan gerakan baru ini.
Akan
tetapi kegagalan ini mendorong sejumlah aktivis untuk merenungkan kembali dasar
pemikiran dari aktivitas mereka serta mencapai sebab-sebab kegagalannya. Banyak
diantara aktivis ini pada dekade 1960-an
memperoleh kesempatan mengajar pada perguruan tinggi, dan memanfaatkan peluang
ini untuk mempelajari serta mengembangkan pemikiran Marx dengan cara yang lebih
canggih.
Di
Amerika terjadi perkembangan yang lebih rumit dengan memuncaknya perang Vietnam
pada awal 1960-an dan bersamaan dengan itu bangkitnya gerakan sosial seperti
gerakan inti-Diskriminasi ras (terutama terhadap golongan kulti hitam, indian
dan orang keturunan Moksiko), gerakan pembebasan perempuan (Women’s Lib), dan
gerakan mahasiswa.
Masalah
perang Vietnam menjadi sumber Utama kegelisahan, karena pemuda Amerika di
wajibkan masuk dinas Militer. Mereka yang ditunjuk berdasarkan undian harus
menjalani masa dinasnya di Vietnam, kecuali jika mereka meneruskan study di
perguruan tinggi. Pergolakan terutama dirasakan di berbagai kampus, karena
mahasiswa banyak mengadakan gebrakan
melalui tindakan menduduki kampus (sit-in), kadang-kadang dengan
kekerasan. Gebrakan-gebrakan ini dipimpin oleh para aktivis mahasiswa yang
sedikit banyak terorganisasi dan yang bernaung di bawah gerakan Kiri Baru (New
Left), seperti SDS (Student for a Democratic Society), dan sebagainya.
Pada dasawarsa 1970-an,
sesudah perang Vietnam berakhir pada tahun 1975 kampus menjadi tenang kembali,
dan mulailah suatu periode dimana Marxisme menjadi bagian dari Kurikulum di
perguruan tinggi. Perhatian tidak terbatas hanya pada kampus, melainkan juga
tersebar diluar kampus, karena banyak cendikiawan kecewa dengan keadaan sosial,
ekonomi, dan rasial di sekelilingnya.
Ada
dua unsur dalam pemikiran Marx yang bagi mereka sangat menarik. Pertama, ramalannya tentang runtuhnya
Kapitalisme yang tidak terelakkan. Kedua,
etika humanis yang meyakini bahwa
manusia oada hakikatnya baik, dan dalam keadaan tertentu yang menguntungkan
akan dapat membebaskan diri dari lembaga-lembaga yang menindas, menghina, dan
menyesatkan.
Salah
satu kelemahan yang melekat pada golongan Neo-Marxis adalah bahwa meereka
mempelajari Marxdalam keadaan dunia yang sudah banyak berubah. Marx dan Engels
meninggal pada tahun 1883 dan 1895. Kedua tokoh ini tidak mengalami bagaimana
pemikiran mereka di jabarkan dan diberi tafsir khusus oleh Lenin. Tafsiran ini
kemudian di bakukan oleh Stalin dan di beri nama Marxisme-Leninisme atau
Komunisme. Mereka juga tidak mengalami-dan juga tidak dapat
menanggapi-timbulnya fasisme dan juga teror yang diselenggarakan oleh Stalin
atas nama Komunisme. Selai itu karay Marx dan Engels sering di tuis dalam
keadaan terdesak dan terpisah-pisah. Dengan demikian banyak masalah yang oleh
golongan Neo-Marxis di anggap masalah pokok, hanya disinggung sepintas lalu
atau tidak di singgung sama sekali.
Lagi
pula pada tahun 1960-an dan 1970-an dunia sudah sangat berbeda dengan dunia
pada abad ke-19 yang merupakan kerranagka acuan Marx dan Engels. Ramalan Marx
ternyata banyak yang meleset Dunia Kapitalis yang diharapkan akan runtuh,
ternyata menunjukan dinamika tersendiri. Banyak kelemahan Kapitalisme dapat di atasi
sehingga eksistensinya tetap bertahan. Di pihak lain, Komunisme telah
mengembangkan Unsur-unsur Totaliterisme dan Refresi, sesuatu yang juga di tolak
oleh golongan Neo-Marxis.
Karena
karangan-karangan Marx begitu fragmentaris, dan sering hanya merupakan bagian
uraian-uraian dari bagian lain, maka tafsirannya juga bermacam-macam dan
kadang-kadang bertentangan satu sasma lain. Para sarjana yang berorientasi pada
pemikiran Marx menunjukan banyak variasi dalam pemikiran dan tidak merupakan
kelompok yang homogen. Tidak ada saut
Marxisme yang diakui dan ditaati oleh semua golongan. Menurut Ralfh Miliband,
seorang cendikiawan Neo-Marxis yang terkenal, tidak ada interfretasi yang
otentik Oleh karena itu kalanga Neo-Marxis terpaksa harus menyusun teori baru
dengan memakai naskah-naskah asli dari Marx (dan kadang-kadang dari Engels
sebagai pelengkap) sebagai pangkal tolaknya.
Untuk
pembahaasan dalam karangan ini, ada baiknya kita memakai definisi yang di
ajukan dalam buku The Left Academy, yang
diedit oleh dua sarjana Neo-Marxis Amerika, Bertell Olman dan Edward Vernoff.
Menurut mereka: “ Sarajana Neo-Marxis adalah mereka yang meyakini pandangan
Marx mengenai Kapitalis dan Sejarah, dan memakai metode analisisnya.” Mereka
ingin membahas masalah sosial dari perspektif yang holistik dan dialektis, yang
memberi tekanan utama pada kegitan negara dan konflik kelas.
Dalam
rangka analisis holistik, mereka berpendapat bahwa keseluruhan gejala sosial
merupakan satu kesatuan yang tidak boleh di bagi-bagi menjadi bagian –bagian yang
tersendiri, seperti politik yang terlepas dari ekonomi, ekonomi terlepas dari kebudayaan, d an
sebagainya. Semua berkaitan erat dan tidak boleh dipisah-pisah. Terutam kaitan
antar politik dan ekonomi sangat di tekankan oleh kalangan Neo-Marxis. Akan tetaepi jika Marxisme Klasik
cenderung menekankan determinasi ekonomi (artinya semuanya di tentukan oleh
faktor ekonomi), maka Neo-Marxis hanya mencanangkan keunggulan atau (Primacy) dari basis ekonomi, artinya
ekonomi merupakan faktor yang sangat penting dalam politik, tetapi politik
tidak sepenuhnya di tentukan ekonomi.
Fokus
analisis Neo-Marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam Negara.
Mereka mengecam analisis struktural-fungsional dari para behavioralis karena
terlampau mengutamakan harmoni dan keseiembangan sosial dalam suatu sistem
politik. Menurut pandangan struktur-fungsional, konflik dalam masyarakat dapat
di atasi melalui rasio, iktikad baik, dan kompromi, dan ini berbeda dengan
titik tolak pemikiran Neo-Marxis.
Bagi
kalangan Neo-Marxis, konflik anatar kelas merupakan proses dialektik paling
penting dalam mendorong perkembanga masyarakat dan semua gejala politik harus
dilihat dalam rangka konflik antar kelas ini. Hal ini tidak berarti bahwa
kalangan Neo-Marxis ini mengabaikan konflik-konflik lain dalam
mayarakat.seperti konflik etnis, agama, maupun rasial. Tetapi konflik-konflik
ini, menurut keyakinan mereka, langsung
maupun tidak, berasal atau berhubungan erat dengan konflik antar kelas.
Berdasarkan
analisis dialektik, mereka melihat sejarah seolah-olah terdorong oleh
pertentangan antar dua kelas sosial, yang dulu oleh para Marxis klasik
dijelaskan sebagai konflik antara mereka yang memiliki alat-alat produksi
dengan mereka yang tidak memilikinya Karena merekea menyadari bahwa konsep lama
mengenai adanya dua kelas pertentangandan dimasa modern tidak dapat di
pertahankan lagi karena tidak sesuaidengan kentaan, kalangan Neo-Marxis memberi
perumusan yang lebih fleksibel dan luas dengan mencanangkan adanya dua himpunan
massa (aggregates) yang sedikit
banyak kohesif serta memiliki banyak fasilitas (the advantaged) dan mereka yang tidak mempunyai fasilitas (the disadvantaged).
Himpunan
pertama paling dominan, dan negara mepertahankan kepantingan himpunan yang
dominan itu dengan segala kekuatan yang ada untuk mempertahakan dan memprkuat
dominasinya. Kelas (dalam arti yang luas) dominasi berasal dari latar belakang
sosial dan pendidikan yang sama dan mempunyai kepentingan politik dan ekonomi
yang sama pula. Dominasi mereka hanya dapat di akhiri dengan transformasi total
dari keadaan yang menimbulkannya yiatu tatanan sosial politik yang ada.Kaum Neo
Marxis memperjuangkan suatu perkembangan yang revolusioner sserta multi linear
untuk menghapuskan ketidak adilan dan membentuk tatanan masyarakat yang menurut
mereka, memenuhi kepentingan seluruh masyarakat dan tidak hanya kepentingan
kaum Borjuis.
Meskipun
demikian, kelas yang berkuasa dapat saja mencegah usaha kelas-kelas lainnya
untuk melawan dominasi melalui paksaan, konsensui, atau persuasi. Dengan
demikian suatu konflik, seolah-olah tidak ada pertentangan Akan tetapi apa yang tampak sebagai
harmonisebenarnya harmoni yang semu dan menyesatkan. Di bidang politik praktis
mereka menginginkan desentralisasi kekuasaan dan partisipasi dalam politik
untuk semua komunitas. Demikianlah secara umum pandangan dari golongan
Neo-Marxis dalam memahami maslah Sosial-Politik dan Ekonomi.

Herbert Marcuse

Boleh tau referensinya dari buku atau web apa ya? sy perlu referensi ttg neo-marxisme, trims
BalasHapus